Rektor Tidak Tahu Surat Edaran Wakil Rektor: Penuntut umum terus berusaha ungkap keganjilan proyek perpustakaan pusat Universitas Indonesia.

Upaya penuntut umum Komisi Pemberatasan Korupsi untuk membongkar dugaan korupsi dalam proyek pengadaan dan instalasi teknologi informasi di perpustakaan pusat Universitas Indonesia. Salah satu yang disasar penuntut umum adalah peran Rektor Universitas Indonesia periode 2007-2012, Gumilar R. Somantri. Hingga kini baru  eks Wakil Rektor UI, Tafsir Nurchamid, yang dibawa ke kursi terdakwa.


Gumilar telah memberikan keterangan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (03/9) lalu. Saat itu penuntut umum juga menghadirkan sembilan saksi lain, antara lain Donanta Dhaneswara, Harun AG Kaeni,  Jachrizal Sumabrata, Baroto Setyono, Syaifudin Zuhri, dan Abdul Rahman. Atas permintaan terdakwa, pemeriksaan saksi-saksi tidak dilakukan sekaligus. Ketua majelis, Sinung Hermawan, menyuruh empat saksi bersaksi belakangan.


Dalam keterangannya di depan majelis, Gumilar mengatakan tidak tahu terbitnya Surat Edaran (SE) No. 171A/H2.R2/Log.01/2010 yang dikeluarkan terdakwa Tafsir Nurchamid selaku Wakil Rektor UI Bidang SDM, Keuangan, dan Administrasi Umum. Surat Edaran ini pada intinya berisi arahan kepada Direktur Umum dan Fasilitas, para dekan, dan pimpinan Lembaga Unit Usaha di lingkungan UI agar memprioritaskan PT Makara Mas dalam proyek-proyek di UI yang bersumber dari dana masyarakat. Untuk dana yang berasal dari APBN, PT Makara Mas tetap dilibatkan sebagai peserta tender atau lelang.


SE ini disinggung penuntut umum dalam surat dakwaan. Meskipun dikeluarkan wakilnya, Gumilar mengatakan tak tahu surat tersebut sebelumnya perkara ini disidik KPK. “Saya tidak tahu surat itu,” tegasnya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.


Faktanya, PT Makara Mas, unit usaha yang saham mayoritasnya dimiliki Universitas Indonesia, ikut terlibat dalam proyek instalasi perpustakaan sebagai konsultan perencana. Bahkan dalam persidangan, Gumilar mengakui menghadiri presentasi denah perpustakaan oleh Makara Mas. Bukan hanya itu, saksi mengakui menerima desktop dan Ipad dari pihak yang tidak dia kenal saat blusukan ke perpustakaan UI. “Saat ke perpustakaan saya berpapasan dengan dua orang yang tidak saya kenal,” urainya.


Berkaitan dengan unit usaha berbentuk perseroan terbatas yang ada di UI, Gumilar mengaku tak terlalu senang. Jaksa mengajukan pertanyaan apakah selama ini Makara Mas membagikan dividen kepada UI sebagai pemegang saham. “Tak pernah ada kontribusi signifikan,” kata Gumilar.


Keganjilan lain yang dikejar oleh penuntut umum adalah persetujuan Majelis Wali Amanat (MWA) UI atas pendanaan instalasi perpustakaan. Untuk pengadaan infrakstruktur saksi Gumilar selaku Rektor telah menandatangani kerjasama dengan BNI 46. Dalam kesepakatan itu, BNI akan membayar sewa tempat sebesar 50 miliar rupiah.


Gumilar mengakui pembiayaan pekerjaan infrastruktur perpustakaan dengan menggunakan uang dari BNI tanpa persetujuan MWA. Bahkan jaksa menuding ‘tanpa melalui proses revisi Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT). Gumilar mengatakan terdakwa Tafsir Nurchamid sudah berusaha berkomunikasi dengan MWA, tetapi tidak ada tanggapan. “Memang tidak (ada surat persetujuan MWA—red),” kata Guru Besar FISIP UI itu.


Penuntut umum Kristanti Yuni Purnawanti juga berusaha menggali keganjilan tanggal-tanggal pelaksanaan proyek. Bahkan ketua majelis Sinung Hermawan sempat menanyakan benar tidaknya pengadaan dibuat pada tahun 2010, sedangkan kontraknya dibuat 2011.


Dalam dakwaan penuntut umum KPK, simsalabim penanggalan itu disinggung. Untuk menciptakan kesan proses lelang dan pembayaran pengadaan instalasi infrastruktur IT perpustakaan UI seolah berjalan dengan benar, urai jaksa, terdakwa memerintahakan saksi Donanta Dhaneswara melengkapi berkas-berkas administrasi. Lalu Donanta memerintahkan saksi Baroto Setyono membuat dokumen kelengkapan bertanggal mundur.


Untuk membuktikan tuduhannya jaksa masih menghadirkan saksi-saksi lain pada sidang mendatang.


Sumber : hukumonline.com

Comments