Membaca, Membangun Peradaban

Elzafina


Ketua Rumah Pintar "Kartini"


Tidak banyak yang tahu bahwa tanggal 23 April yang lalu merupakan Hari Buku Sedunia yang telah ditetapkan UNESCO sejak 1995, bahkan Indonesia telah lebih dahulu dari 1980 menetapkan Hari Buku Nasional pada tanggal 17 Mei. Hal ini berbanding terbalik dengan fenomena era digital yang membuat aktivitas membaca aksara ini makin memudar. Visualisasi yang disajikan oleh beragam gadget dalam bentuk gambar dan bergerak tentu lebih menyedot perhatian dan menarik. Apalagi kemudian beragam game yang segmennya tidak saja anak-anak makin menjamur dengan berbagai inovasi seperti game online interaktif yang membuat seakan-akan mereka seperti masuk dalam dunia game tersebut. Kegiatan yang menantang adrenalin ini tentunya jauh lebih menyenangkan daripada membaca.


Penyediaan 20% anggaran pendidikan oleh pemerintah ternyata masih belum berpengaruh signifikan dengan peningkatan minat baca. UNESCO pada 2012 mencatat indeks minat baca di Indonesi baru mencapai 0,001. Artinya1.000 orang membaca 1 buku. Ini jauh berbeda dengan Singapura dan Hongkong yang indeks membacanya mencapai 0,55 yang artinya setiap 1.000 orang membaca 550 buku. Begitu juga dengan angka melek huruf dewasa, Indonesia baru mencapai 65,5% sedangkan Negara jiran Malaysia sudah mencapai 86,4% sehingga budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur (OECD,2009). Hal ini tentunya akan membuat Indonesia berpotensi tertinggal di banding negara lain.


Membaca merupakan kegiatan yang aktif yang menuntut bekerjanya otak untuk menyerap informasi, dan konsisten untuk bisa focus. Terhubungnya banyak sel neuron ini membangun seluas-luasnya imajinasi. Sehingga Novel Laskar Pelangi ceritanya begitu membekas ketimbang setelah menonton filmnya karena dalam film imajinasi penonton hanya dibatasi seluas tayangan. Mereka tidak bisa mengembangkan imajinasi lebih dari yang ditayangkan.


Banyak para tokoh yang berpengaruh tidak lepas dari buku. Salah satunya sosok sang proklamator M Hatta. Beliau menempatkan posisi buku pada tempat istimewa. Hatta mempersunting Rachmi Rahim dengan mas kawin sebuah buku yang berjudul Alam Pikiran Yunani yang merupakan hasil karyanya sendiri. Saat dibawa ke pengasingan di Boven Digoel (Papua) akhir 1936 dan banda Naira, beliau membawa 16 peti buku bersamanya. Walau secara fisik terkungkung di pengasingan tapi imajinasi, ide, pemikiran tidak terbatasi dengan tetap produktif menulis yang terbangun karena kebiasaan membaca. Hingga akhir hayatnya, Hatta memberikan warisan nyata pada bangsa berupa koleksi tiga puluh ribu judul buku pada perpustakaan pribadinya.


Namun bagi sebagian masyarakat, membaca menjadi aktivitas yang butuh syarat yang harus terpenuhi dahulu dengan situasi dan kondisi yang kondusif seperti ketersediaan waktu yang cukup, suasana yang nyaman, akses mendapatkan bahan bacaan yang mudah dan menarik. Ini merupakan sebuah tantangan yang tidak mudah bagi banyak pihak. Bagi penulis dan percetakan tentunya berusaha mengupayakan media yang menarik dari segi tampilan dan materi/isi pesan yang mudah dicerna walau terkadang membutuhkan kemampuan menganalisa yang baik untuk dapat memahaminya. Bagi pengelola perpustakaan penyediaan fasilitas yang nyaman dengan pelayanan yang baik tidak kumuh dan menjemukan sebagaimana gambaran kusam perpustakaan umumnya menjadi PR yang perlu diselesaikan.


Sadar akan pentingnya membaca membuat dewasa ini makin banyak komunitas membaca dalam rangka menggalakkan kembali budaya membaca di tengah maraknya gempuran tontonan yang menarik. Hal itu terlihat dengan adanya rumah pintar, mobil pintar, motor pintar, Indonesia membaca, rumah baca, taman bacaan dan sebagainya. Hal ini bisa jadi alternatif solusi untuk mendekatkan masyarakat pada media baca di berbagai lokasi.


Pentingnya membaca juga telah dite gaskan dalam Islam dengan turunnya ayat pertama Iqra yang artinya "bacalah". Ini menggambarkan bagaimana pentingnya membaca bagi semua orang karena batasan usia hidup manusia seharusnya tidak akan punya pengaruh bagi mereka untuk mengetahui masa lalu dan prediksi masa depan dengan informasi yang tersaji dalam bahan bacaan yang memuat penemuan penting, inovasi, kejadian-kejadian, fenomena alam dan banyak lainnya. Bahkan buku mampu merubah kehidupan seseorang karena dapat menuntun, membentuk pribadi dan membuka cakrawala berfikir yang berbeda dari yang sebelumnya. Sehingga masyarakat yang ingin maju tentunya akan selalu menambah pengetahuannya untuk dapat mengantarkan pada peradaban yang lebih baik.


Dampak membaca jauh lebih banyak daripada menonton. Dari berbagai sumber menyatakan bahwa manfaat membaca yaitu:


1. Dengan membaca otak dilatih untuk berfikir sehingga fungsinya dapat berjalan secara sempurna.


2. Membaca merangsang aktifnya hubungan sel-sel neuron otak dibanding menonton sehingga menunda atau mencegah kehilangan memori dan membuat orang semakin cerdas.


3. Keindahan bahasa dalam tulisan dapat memiliki kemampuan untuk menenangkan dan mengurangi stres.


4. Ketika membaca, otak akan dirangsang dan stimulasi (rangsangan) secara teratur dapat membantu mencegah gangguan pada otak termasuk penyakit Alzheimer.


5. Membaca melatih otak lebih konsentrasi dan focus sehingga pembaca akan memiliki kemampuan untuk memiliki perhatian penuh dan praktis dalam kehidupan. Ini berdampak pada pengembangkan keterampilan objektivitas dan pengambilan keputusan.


6. Membaca akan membuat otak lebih mampu menyusun informasi yang masuk dalam bentuk yang lebih rapi dibandingkan menonton karena disusun secara lebih runut, teratur dan sistematis dibanding film yang lebih menyajikan rangsang visual cepat. Sehingga seorang pembaca buku mampu menyusun informasi lebih rapi di otaknya, kelak akan mampu berbicara dan menulis dalam bahasa yang lebih runut, rapi dan lengkap.


7. Dengan memiliki kemampuan dan keterampilan membaca dengan baik membuat tidak mengalami masalah bila harus menyerap informasi lewat tontonan. Namun sebaliknya tidak mudah, anak yang terbiasa menonton jelas sangat mungkin mengalami kesulitan ketika harus menyerap informasi lewat kegiatan membaca.


8. Membaca lebih membuat imajinasi kita terasah lebih tajam dan sekaligus lebih lebar dibanding menonton. Bagaimana mungkin tidak, bukankah saat membaca kita harus membayangkan gerakan gambar dan adegan, memaksa imajinasi kita bekerja keras? Sedangkan saat menonton, imajinasi itu tumpul karena gerakan, ekspresi, adegan, bahkan suara pun sudah dihadirkan secara utuh.


Dengan telah adanya berbagai gerakan untuk memudahkan akses bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas membaca seharusnya tidak ada lagi masalah yang bearti untuk bisa menggali ilmu dan informasi dengan membaca. Habit membaca ini harus disosialisasikan mulai dari rumah tangga. Kecenderungan memiliki lemari pajangan di rumah yang berisi barang-barang mewah untuk dipamerkan perlu diganti dengan menyediakan pustaka mini. Pembatasan frekuensi intensitas menonton dapat mengurangi terpapar oleh radiasi dan informasi yang berdampak buruk.


Pada akhirnya terpulang pada kemauan individu itu sendiri untuk mau melakukan aktivitas membaca dengan telah adanya berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, NGO, dan pihak swasta lainnya. Membaca merupakan cara mencerdaskan masyarakat untuk memajukan negara dalam rangka membangun peradaban yang lebih baik. Selamat Hari Buku Nasional, you are what you read.


Sumber: padangekspres.co.id

Comments