SOLO - Keberadaan perpustakaan di Indonesia, baru sebatas memiliki, belum menyentuh standar, apalagi merangsang minat baca. Artinya, jumlah perpustakaan baik yang dikelola pemerintah kota/kabupaten, desa, sekolah, perguruan tinggi, atau lembaga swasta lain, cukup memadai, namun tidak ditunjang Sumber Daya Manusia (SDM), serta sikap masyarakat.
Berdasar data, ungkap Kepala Pusat Pengembangan Perpustakan dan Pengkajian Minat Baca, Perpustakaan Nasional, Syarif Bando, hingga kini tercatat 496 perpustakaan tingkat kota/kabupaten, 21.000 perpustakaan desa, selain pula sekitar 90 persen sekolah dan perguruan tinggi juga memiliki perpustakaan. Dengan jumlah perpustakaan sebesar itu, tambah Syarif, menjawab wartaan, di Balaikota Solo, Kamis (8/5), idealnya dikelola sedikitnya 300 ribu pustakawan, namun kenyataannya, sampai sekarang baru tersedia 3 ribu pustakawan.
Minimnya pustakawan, menjadi kendala tersendiri untuk mewujudkan perpustakaan sebagai tujuan wisata edukasi dan baca. Jangankan pada perpusatakaan desa atau kota/kabupaten, perguruan tinggi yang seharusnya menjadi ladang diskursus dunia buku sekalipun, saat ini masih jauh dari tataran ideal.
Bahkan Syarif menyebut perguruan tinggi hingga saat ini belum <I>library minded<P>, sehingga budaya baca cenderung menjauh. “Banyak tugas yang diberikan dosen kepada mahasiswa tidak mengarah pada analisis melalui bahan bacaan, sehingga tanpa referensi sekalipun tugas tersebut terselesaikan," ujarnya sembari menyebut, mereka baru mengeluh ketika harus menyusun skripsi yang memerlukan banyak referensi.
Meski begitu, dia optimistis, suatu saat perpustakaan akan menjadi tujuan wisata edukasi dan baca, sebab komitmen pemerintah kota/kabupaten di banyak daerah terhadap pengembangan perpustakaan sangat tinggi. Di sisi lain Perpustakaan Nasional (Perpusnas) terus memberikan stimulan, baik berupa penambahan koleksi buku, mobil perpustakaan keliling, peningkatan kualitas SDM, dan sebagainya.
Sumber: kr.co.id
Comments
Post a Comment