Jakarta—Kekayaan intelektual bangsa Indonesia sangat beragam dan bernilai tinggi sehingga layak dan perlu untuk dikaji lebih mendalam. Oleh karena itu, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) bekerja sama dengan Ecole Francaise d’Extreme-Orient (EFEO) Forum Jakarta-Paris, menyelenggarakan peluncuran buku “Naik Haji di Masa Silam” dan “Kakawin Sumanasantaka” yang dilaksanakan di Aula Perpusnas, Selasa, (28/01).
Kepala Bidang Layanan Koleksi Khusus Dina Isyanti menjelaskan peluncuran kedua buku tersebut bertujuan mengungkap dan menyebarluaskan kekayaan budaya berupa pengetahuan yang terekam dalam naskah nusantara sehingga diharapkan nantinya dapat memberikan wawasan bagi generasi masa kini. Kegiatan ini merupakan perwujudan dari kelanjutan MoU yang disepakati di tahun 2013 lalu.
Peristiwa haji masyarakat Indonesia dari masa ke masa menjadi salah satu faktor terpenting dalam dinamika Islam Indonesia sepanjang sejarah. Naik Haji di Masa Silam merupakan karya monumental yang terdiri dari tiga jilid. Jilid pertama mencakup periwayatan perjalanan orang Indonesia naik haji antara 1492-1890. Jilid kedua meliputi meliputi periode antara 1900-1950, dan jilid ketiga mengandung masa antara 1954-1964. Buku tersebut sangat penting karena bukan hanya kisah perjalanan haji, tapi juga memberikan ratusan daftar bibliografi terkait subyek haji secara historis, sosiologis, antropologis, dan politis. Demikian yang diungkapkan para narasumber Henri Chambert-Loir dan Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra.
Sedangkan, buku Kakawin Sumanasantaka merupakan salah satu karya sastra yang diciptakan pada masa Kerajaan Kediri (1117-1222). Pada masa ini karya sastra mengalami jaman keemasan, terutama karya sastra yang berbentuk kakawin yang sangat penting dan bermutu tinggi.
Keberadaan Kakawin Sumanasantaka untuk pertama kalinya ditulis R. Friederich dalam laporannya mengenai Bali yang terbit 1849-1850. Karena ditemukan banyak kesalahan dalam tulisannya, J.J. Juynboll merevisinya di tahun 1899.
Tiga seperempat abad kemudian, P.J Zoetmulder menelaah kakawin Sumanasantaka yang ditulis dalam Kalangwan (Worsley 2014:28-29). Zoetmulder membuat ikhtisar kakawin Sumanasantaka dan membahas waktu penulisan, pengarang, dan hubungannya dengan sastra India. Setelah itu banyak sarjana yang membahas kakawin ini, seperti Helen Creese, S.Supomo, S.O. Robson, Peter Worsley, M. Fletcher, dan Thomas M. Hunter.
Seperti disebutkan Worsley, ada 5 (lima) penggambaran yang selalu dilukiskan dalam kakawon, yaitu keraton (kadatwan), pedesaan (thani-dusun), pesisir (pasir), gunung (wukir), dan dunia para dewa (kadewataan).
Sumber: pnri.go.id
Comments
Post a Comment