Koleksi 5 Ribu Buku, Hadirkan Volunteer Luar Negeri

Perpustakaan identik dengan tempat mencari buku atau membaca. Monoton kedengarannya. Tapi tidak dengan perpustakaan dan sanggar belajar di 7 Ulu ini. Pengelolanya mendatangkan volunteer (sukarelawan) dari beberapa negara untuk mengisi story telling di sana.


LOKASI perpustakaan dan sanggar belajar ini mudah ditemukan. Berada di Jl Sukarjo Harjo Wardoyo, simpang Tugu KB (depan Hotel Surya), RT 21, RW 06, Kelurahan 7 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu (SU) I, persis di depan Yayasan Pendidikan Islam An Nuur. Dari luar, bangunannya terlihat biasa saja.


Apalagi, bangunan tiga lantai perpustakaan dan sanggar belajar ini berada di deretan rumah toko (ruko). Sekilas, tak ada yang spesial. Pandangan akan berubah setelah masuk ke dalam. Di sana terdapat perpustakaan mini.



Ribuan judul buku tersusun rapi pada rak-rak yang ada. Puluhan anak kecil tampak serius dan begitu asyik dengan buku bacaannya. Kedatangan Sumatera Ekspres disambut Budi, karyawan di sana.



Tak lama muncul Adu Polinico, mantan koordinator wilayah (korwil) Regional Sumbagsel yang saat ini menjadi volunteer di perpustakaan dan sanggar baca itu. Adu menceritakan, perpustakaan yang berpusat di Bogor ini berdiri 14 September 2009. Peresmiannya oleh Wali Kota Palembang saat itu, H Eddy Santana.



Lokasi pertamanya di Kelurahan 1 Ulu. “Baru pada 2011, pindah ke sini,” ujarnya. Katanya, perpustakaan 7 Ulu ini salah satu cabang regional dari 10 provinsi di Indonesia, yakni Palembang, Lampung, Bengkulu, Makassar,  Pulou Buton Bau-Bau (Kendari), Raha, Pekanbaru,  Medan,  dan Aceh.



Pria kelahiran Jakarta, 15 September 1973 itu mengungkapkan, memang ada 10 lokasi yang terpilih untuk dibangun perpustakaan, taman baca ataupun pos baca. Pasalnya, 10 lokasi itu dinilai ada problem pendidikan yang masih rendah. Bahkan, Indonesia tercatat peringkat terakhir untuk minat baca. Ada 50 ribu desa di Indonesia belum punya perpustakaan.



“Berangkat dari itulah dibangun perpustakaan (untuk di kota madya), taman baca (di kecamatan), dan pos baca (di pedesaan/kelurahan). Di  Sumsel, total ada sekitar 34  jaringan,” ucap Adu.



Taman bacaan memang menyasar ke daerah  terpencil yang sarana dan prasarana masih minim. Seperti di Mata Merah (pos baca), Banyuasin,  Kayuagung, Prabumulih, dan Baturaja. Untuk meningkatkan minat baca, pihaknya menggelar banyak program. Ada lomba mewarnai, puisi, dan story telling. Didatangkan pula pengajar volunteer dari luar negeri.



“Story telling ini mendatangkan volunteer dari berbagai negara, seperti Korea, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Laos,” jelas Adu. Saat ini, ada tiga  volunteer dari Amerika. Jadwal mereka, story telling  satu minggu sekali, tepatnya hari Selasa, pukul 14.00 WIB. Selain story telling, mereka juga mengajarkan origami dan  berbagai permainan. “Setiap mereka story telling, peserta yang ikut selalu lebih banyak. Mereka diperkirakan hanya dua bulan jadi volunteer,” bebernya.



Pihaknya juga membuat program belajar keluarga (kejar cerdas, red). Program ini  diperuntukkan bagi para ibu yang akan membacakan buku-buku kepada anak-anak usia 2-6 tahun. Saat ini, minat baca anak cukup tinggi.



Per bulan, jumlah kunjungan bisa mencapai 1.500 anak dengan rata-rata kunjungan per hari 30-50 orang. Paling banyak saat weekend. Diakui Adu, kehadiran volunteer mampu menarik lebih banyak lagi pelajar untuk  datang ke perpustakaan dan taman bacaan itu.



Para volunteer adalah para mahasiswa yang ingin belajar bahasa dan kebudayaan Indonesia, juga guru dari salah satu sekolah di Jl R Soekamto. Termasuklah beberapa orang yang telah mengetahui keberadaan perpustakaan dan taman bacaan ini, website. “Kami juga bekerja sama dengan Universitas Bina Darma, sehingga banyak  tenaga volunteer dari sana,” sebut Adu.



Soal koleksi buku, setiap perpustakaan minimal punya 5 ribu buku. Sedangkan taman bacaan 3 ribu buku dan pos bacaan 2 ratus buku. “Total koleksi buku di Sumsel ada 15-20 ribu buku  dengan  pembagian 70 persen anak-anak dan 30 persen buku umum,” bebernya. Buku yang ada memang dari pusat, juga ada sumbangan warga dalam bentuk corporate social responsibility (CSR), seperti Bank Sumsel Babel dan lainnya.



Keberadaan buku berlaku sistem rotasi dan diperbarui per tahun dengan sistem dipinjamkan. Taman bacaan dan pos bacaan akan kami evaluasi, minat bacanya cukup banyak atau tidak. “Kalau memang banyak, akan kami pertahankan,” cetusnya.



Keberadaan taman bacaan ini untuk menstimulus. Jika sudah banyak sumbangan buku dari warga setempat, maka buku yang ada akan ditarik dan dialokasikan ke tempat lain.  Kesulitannya, meng-update buku terbaru karena keterbatasan biaya dan tenaga volunteer.


Sumber: sumeks.co.id

Comments