Sanur, Bali—Perpustakaan merupakan jantung pendidikan, sehingga rasanya sulit melepaskan peran perpustakaan dari dunia pendidikan. Perpustakaan, khususnya di sekolah, memegang andil besar dalam pengembangan keterampilan siswa (life skill). Sayangnya, perpustakaan sekolah kalah pamor dengan keberadaan laboratorium dan ruang praktek.
Perpustakaan sekolah kini sedang menghadapi tantangan besar.
Kendala ini yang banyak dihadapi di sejumlah negara berkembang. Dan menjadi topik hangat pada penyelenggaraan Konferensi International Association of School Librarianship (IASL) ke-42 yang digelar di Hotel Sanur Paradise Plaza, Sanur, Bali, (26-30/8).
Kongres tahunan IASL dihadiri sekitar 250 delegasi dari 33 negara, antara lain Amerika Serikat, Kanada, Australia, Belanda, Jerman, Jepang, Srilanka, dan Filipina. Sedangkan delegasi tuan rumah berjumlah sekitar 175 orang, sebagian besar merupakan perwakilan ATPUSI dari berbagai daerah. Konferensi IASL tahun ini mengangkat tema ‘Enhancing student’s life skills through the school library’ (meningkatkan keterampilan hidup siswa melalui perpustakaan sekolah).
Tema tersebut dipilih sejalan dengan tantangan yang dihadapi berbagai negara, termasuk Indonesia, di bidang pendidikan. Riset yang dilakukan New York Comprehensive Center di tahun 2011 menyebutkan kaitan perpustakaan sekolah dengan keterampilan siswa sekolah. Hasilnya, prestasi siswa mampu terdongkrak hingga 29%.
Sekolah diminta tidak hanya menyesuaikan kemampuan siswa menghadapi tantang global, tapi juga cara mengantisipasinya. Indonesia, dengan kurikulum 2013 yang baru diperkenalkan menyiapkan anak-anak Indonesia di masa mendatang, memanfaatkan usia emasnya (golden age) untuk menjadi insan produktif, kreatif, inovatif dan berperadaban. “Lewat konferensi ini kita akan mendorong peran penting perpustakaan sekolah dalam pengembangan life skills siswa lewat program-program dan layanan lainnya,” ujar Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Karim.
Konferensi IASL 2013 menurut Wamendikbud dinilai amat strategis karena berperan sebagai daya dorong (trigger) upaya peningkatan profesionalisme dan kompetensi para tenaga perpustakaan sekolah di Tanah Air. Selain itu, tenaga perpustakaan Indonesia dapat bertukar pengalaman (best practice) dari para ahli dan profesional perpustakaan sekolah dari seluruh dunia. IASL sesuai dengan visi UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan dan Permendiknas No.25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah.
IASL didedikasikan untuk pengembangan perpustakaan sekolah di seluruh dunia. Perpustakaan sekolah menyediakan informasi dan ide-ide yang penting bagi masyarakat berbasis pengetahuan. Pendidikan adalah lebih dari sekedar nilai dalam tes, tapi bagaimana proses pengembangan dan potensi individu dipadukan. Pengetahuan yang diperoleh harus bisa dipertanggungjawabkan dan efektif dalam menghadapi tuntutan dan tantangan kehidupan sehari-hari.
Negara dalam APBN telah menganggarkan 20% biaya belanja negara khusus untuk pendidikan. Dan UU Perpustakaan telah mencantumkan sekolah/madrasah mengalokasikan paling sedikit 5% dari belanja operasional diluar belanja pegawai dan modal untuk pengembangan perpustakaan. Perpustakaan teah masuk ke dalam anggaran fungsi pendidikan. “Bukan alasan lagi jika sekolah menganggap perpustakaan sekolah,” tegas Kepala Perpustakaan Nasional Sri Sularsih.
Konferensi IASL diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, PMP Kemendikbud, Perpusnas dan ATPUSI (Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia) dan dihadiri oleh peserta dengan berbagai latar belakang tenaga perpustakaan sekolah, akademisi, pakar, peneliti, serta praktisi perpustakaan. Selain itu juga diselenggarakan Forum Internasional Penelitian di Kepustakawanan Sekolah ke-17.
Di ajang internasional ini, Perpusnas melalui Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi, mengisi salah satu stand pameran. Pameran ini diikuti oleh Perpusnas dalam rangka mempromosikan koleksi dan layanan Perpusnas. Pameran Perpusnas mengusung tema “Enhancing Reading Skill through Children Literature”.
Koleksi yang dibawa berupa buku dan majalah langka mengenai belajar membaca. Koleksi tertua yang dibawa adalah Kitab Pengatahoewan Menghoeboeng Hoeroef yang diterbitkan di Surabaya pada tahun 1883. Buku ini dipakai untuk belajar membaca. Selain buku, Perpusnas juga menampilkan beberapa foto dan lukisan langka mengenai kondisi belajar di Indonesia.
Sumber: pnri.go.id
Comments
Post a Comment